
Kota menjadi identitas yang menarik perhatian banyak peneliti. Tidak hanya karena kota memiliki dinamika perubahan yang begitu cepat, tetapi juga karena dalam banyak prediksi yang didasarkan pada hasil-hasil penelitian bahwa hampir 50% penduduk dunia akan memadati kota (Senate Department for Urban Development and the Environment, 2015).
Peningkatan arus urbanisasi melahirkan masalah baru bagi daerah urban atau perkotaan. Mulai dari sampah, edukasi, transportasi, sosial ekonomi, bencana, dan kesehatan. Di sisi lain, masyarakat yang semakin modern dan mapan, memiliki segudang ekspektasi, seperti lingkungan tempat tinggal dan pekerjaan yang nyaman, adanya area publik yang memadai, serta kemudahan mengurus segala bentuk pelayanan publik. Isu ini juga menjadi solusi bagi pemerintah daerah dalam menyoroti berbagai permasalahan yang kerap ditemukan di kota yang dipimpinnya.
Realitas ini juga dihadapi oleh pengelola kota-kota di Indonesia, seperti Surabaya. Surabaya adalah kota metropolitan ibu kota Provinsi Jawa Timur dan merupakan kota terbesar ke dua di Indonesia. Surabaya memiliki luas sekitar 350,54 km² dengan jumlah penduduk lebih dari 3 juta orang di malam hari dan lebih dari 5 juta orang di jam kerja. Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, kemudian mendorong para pengelola kota untuk mencari jalan keluar untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut. Belajar dari beberapa kota di dunia yang merespon kompleksitas masalahnya dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki dan didukung dengan pemanfaatan teknologi untuk mempermudah warga kota menikmati fasilitas umum. Oleh karena itu, Surabaya mengadopsi konsep smart city.
Smart city atau secara harfiah berarti kota pintar, merupakan suatu konsep pengembangan, penerapan, dan implementasi teknologi yang diterapkan disuatu daerah sebagai sebuah interaksi yang kompleks di antara berbagai sistem yang ada di dalamnya (Pratama, 2014). Tujuan dari pendekatan smart city untuk mencapai informasi dan pengelolaan kota yang terintegrasi. Integrasi ini dapat melalui manajemen jaringan digital geografi perkotaan, sumber daya, lingkungan, ekonomi, sosial dan lainnya.
“The structure of smart city includes perception layer, network layer and application layer, which can make the future world increasingly appreciable and measurable, increasingly interconnection and interoperability and increasingly intelligent” (struktur dari smart city meliputi lapisan persepsi, lapisan jaringan dan lapisan aplikasi, yang dapat membuat masa depan dunia semakin cukup dan terukur, semakin interkoneksi dan interoperabilitas dan semakin cerdas) (Su, Li, & Fu, 2011).
Smart City Di Kota Surabaya

Menurut Kepala Bidang Teknologi dan Informatika Diskominfo Surabaya, (2016) konsep kota cerdas Surabaya mengusung tema e-Government. E-Government ini mengklusterkan dua hal besar, yakni Pengelolaan Pembangunan Daerah yang terdiri dari perencanaan kota misalnya e-budgeting, e-project, e-procurement, e-delivery, e-controlling, dan e-performance. E-government merupakan sistem untuk mengukur kinerja pegawai, rekrutmen CPNS, Kenaikan Pangkat, Gaji Berkala, Pensiun, dan Mutasi. Lebih lanjut dijelaskan dengan membangun kota cerdas, prosesnya kini menjadi mudah, cepat dan dapat dipantau.
Jika dulu data di perencanaan menggunakan hard copy (buku), saat ini dilakukan dengan e-budgeting. Ada juga e-project planning untuk mengetahui kapan sebuah proyek harus dilelang. Sistem ini untuk memastikan apakah proyek ada yang dikerjakan swakelola, proyek juga bisa diketahui waktu penyelesaiannya. Setelah siap, Walikota kemudian melakukan kontrak kinerja dengan Kepala Dinas yang dikontrol setiap bulan melalui e-controling. Selain itu, ada pula e-procurement, merupakan sistem lelang otomatis untuk proyek lebih dari Rp 100 juta. Setiap bulan evaluasi juga dilakuakn kepada para Pegawai Negeri Sipil (PNS). Melalui e-performance kinerja PNS bisa dibandingkan antara planning dan realisasi ketika akhir tahun.
E-Government juga membuat sistem untuk layanan masyarakat. Fasilitas ini terdiri dari pelayanan perizinan seperti Surabaya Single Window (SSW), e-Pendidikan, e-Health, serta berbagai layanan lain untuk bekomunikasi dengan warga surabaya seperti Layanan Informasi Pemerintah Kota Surabaya (LIPS), Pengaduan Masyarakat, e-Sapawarga, dan e-Toko. E-health sendiri dimaksudkan untuk mengetahui medical record pasien diseluruh Puskesmas Surabaya. Data seluruh pasien bisa diakses melalui internet, sehingga pasien yang datang ke puskesmas tidak perlu membawa surat atau data-data rekam medik manual. Selain itu, hadir juga e-toko, program ini ditujukan untuk membantu warga memasarkan produknya.
Upaya Pemerintah Kota Surabaya membangun sebuah kota cerdas akhirnya berbuah manis. Pada 2011, Kota Surabaya dianugrahi predikat kota cerdas yang diperoleh pada ajang Smart City Award 2011. Smart City Awards merupakan penghargaan yang diberikan kepada kota yang sukses membangun sistem teknologi informasi dan komunikasi yang terintegrasi sehingga mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik. Penghargaan yang diberikan itu memiliki empat kategori, yaitu Smart Governance, Smart Economy, Smart Living, dan Smart Environment. Smart Governance yang dinilai berdasarkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, layanan publik, serta transparansi pemerintah.
baca juga artikel lainya tentang:
Dari empat kategori yang dipertandingkan,Surabaya memenangkan tiga kriteria, yaitu dalam Smart Governance, Smart Living, dan Smart Environment, mengalahkan 60 kota/kabupaten lain dari seluruh Indonesia (Warta Ekonomi, 2011). Pada 2015, Surabaya menerima penghargaan sebagai Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI), dengan nilai tertinggi untuk kota dengan penduduk lebih besar dari 1 juta jiwa.